Laman

Sabtu, 07 Januari 2012

Panen Kapas Hasil Transgenik di Sulawesi Selatan

Makanan adalah salah satu hasil dari revolusi bioteknologi. Dan dengan inovasi bioteknologi dapat meningkatkan hasil panen dua sampai tiga kali lipat tanpa membutuhkan penambahan lahan. Dus, modifikasi genetik dengan jelas menawarkan kesempatan komersial yang hebat. Di Indonesia, tepatnya di daerah Bantaeng, Bulukumba Sulawesi Selatan kapas hasil uji coba transgenik telah menghasilkan 1,5-2,5 ton perhektar. Boleh dibilang dua kali lipat lebih dari cara penanaman konvensional. Masih kontroversial, namun tetap berjalan. 

Di seluruh dunia ada sekitar 2800 perusahaan bioteknologi. Banyak diantaranya dibesarkan oleh Pemerintah dan sebagian kecil perusahaan multi nasional yang makin mendominasi pasar. Dan boleh dibilang perusahaan-perusahaan di Amerika paling aktif dalam mengembangkan bisnis ini ke negara lain, dan Indonesia salah satu sasarannya. 

Di Amerika Serikat, Monsato adalah perusahaan pengembang kedelai hasil rekayasa genetika yang resisten terhadap herbisida. Perusahaan ini juga mengembangkan kentang transgenik, jagung, dan kapas yang resisten terhadap hama serangga dan di tanam di seluruh Amerika. Produknya kini dapat ditemukan dalam rak-rak di pasar swalayan. Monsato adalah perusahaan benih nomor dua terbesar dan nomor tiga terbesar dalam agrokimia di seluruh dunia. Di bagian obat ternak, perusahaan ini menjual hormon untuk meningkatkan produksi susu sapi. 

Siapa nyana meski masalah transgenik di Indonesia masih kontroversi karena belum jelas dampaknya bagi lingkungan dan kesehatan, panen kapas hasil transgenik yang dilakukan Monsato ini bahkan telah di ekspor dan sebagian lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Demikian hasil penjelasan Corporate Communication Manager Monsato, Tri Sukirman kepada pers. 

Lebih lanjut dikatakan rencana penandatanganan Statement of Cooperation dengan Rizal Ramli, Menteri Koordinator Perekonomian ditunda karena Menko Perekonomian sedang mengikuti rapat kabinet. Padahal Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani Protokol Cartagena bulan Mei lalu (yang berkaitan dengan masalah itu) dan rencananya akan dibahas oleh DPR tentang rancangan UU di bidang ini. 
Menanggapi rencana penandatanganan ini Soni Keraf Menteri Negara Lingkungan Hidup serta Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia) merasa kecewa. Mereka juga mendesak agar Pemerintah membatalkan rencana tersebut. 

Boleh dibilang sekarang yang menguasai produk transgenik hanya Amerika. Diantara pakar sendiri masih berbeda pendapat tentang produk transgenik ini. Karena itu prinsip kehati-hatian yang dipegang oleh Eropa maupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia ya, karena dampaknya yang masih belum jelas. Termasuk juga masalah transparasi dan keterbukaan dalam memberikan informasi sehingga masyarakat tahu serta bisa menentukan boleh tidaknya memanfaatkan hasil tanaman rekayasa genetika. 
Sekali lagi ditunggu kejelasan sikap dari Pemerintah tentang transgenik ini yang diam-diam tetap berjalan dan kurang peduli dengan resiko yang akan terjadi nantinya.


sumber : http://www.kamusilmiah.com/biologi/panen-kapas-hasil-transgenik-di-sulawesi-selatan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar